29 Juli 2008

Memahami Kinerja Kepala Negara/Daerah dari Pendapat atas Laporan Keuangan

Topik Pemilihan Umun saat ini sedang hangat-hangatnya, sudah banyak calon yang mendeklarasikan diri sebagai calon Presiden baik itu Mantan Presiden maupun Mantan Pejabat Daerah yang mau mengupgrade ke tingkat nasional, tentu saja mereka didukung dengan dana yang kuat maupun partai pendukung dengan basis massa yang banyak. Demikian pula di daerah turut pula berbenah, sebagai indikator adalah Pemilihan Kepala Daerah di sejumlah daerah, begitu banyak calon-calon bermunculan dari praktisi politik, akademisi, milter bahkan sampai artis.
Namun bagaimana menilai kinerja Pejabat Incumbent, layakkah mereka dipilh kembali, salah satu cara adalah dengan menilai Kinerja Keuangan Pemerintah saat mereka pimpin, yaitu dengan memahami Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah, apakah mereka mematuhi peraturan yang berlaku, apakah sumber dana yang diamanatkan telah dipergunakan untuk rakyat dengan semestinya, apakah pendidikan sudah mendapat porsi yang selayaknya, apakah tidak terdapat indikasi korupsi di dalamnya, apakah tidak terjadi penyimpangan dan pemborosan keuangan Negara/daerah.
Seharusnya yang memberi informasi adalah DPR/D selaku stakeholder atau wakil rakyat, karena mereka telah memiliki informasi hasil pemeriksaan yang dilakukan BPK atas APBN/D, namun apabila masyarakat belum memperoleh informasi hal tersebut dapat mengakses langsung ke www.bpk.go.id.
Sekarang bagaimana masyarkat dapat memahami pendapat atas laporan keuangan Pemerintah yang diperiksa BPK, ada beberapa pendapat yang dihasilkan yaitu:

Tipe Pendapat yang dinyatakan atas laporan keuangan yaitu:
a. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (unqualified opinion), pendapat ini diberikan apabila laporan keuangan disajikan secara wajar dalam hal semua hal yang material baik posisi keuangan (neraca), realisasi anggaran, dan arus kas sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum
b. Wajar Tanpa Pengecualian dengan tambahan bahasa penjelas(unqualified opinion with explanatory), pendapat tersebut diberikan auditor dikarenakan terdapat keadaan tertentu yang mengharuskan menambahkan suatu paragraph penjelasan meskipun tidak berpengaruh terhadap pendapat auditor
c. Wajar dengan Pengecualian (qualified opinion), pendapat ini diberikan apabila laporan keuangan disajikan secara wajar dalam hal semua hal yang material baik posisi keuangan (neraca), realisasi anggaran, dan arus kas sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum tetapi terdapat beberapa hal yang dikecualikan karena berdampak terhadap penyajian laporan keuangan
d. Tidak Wajar (adverse) ,pendapat ini diberikan apabila laporan keuangan tidak disajikan secara wajar dalam hal semua hal yang material baik posisi keuangan (neraca), realisasi anggaran, dan arus kas sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum
e. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer), dalam hal ini auditor tidak dimungkinkan memberikan pendapat dikarenakan lingkup audit yang tidak cukup/dibatasi, adanya pembatasan informasi dan data dari audittee sehingga tidak diperoleh bukti yang kompeten, SPI yang sangat lemah sehingga tidak dimungkinkan memperoleh bukti yang handal misal pencatatan belanja berdasar SPM dan tidak diperoleh data SPJ yang akurat, ketidakpastian terhadap kelangsungan hidup (going concern) misalnya atas BUMD yang terus merugi dan terlilit hutang yang besar dan tidak ditopang sumber dana yang kuat.

Secara naratif opini auditor dan hal-hal yang mempengaruhi dapat dilihat sebagai berikut:
Keadaan yang Menyebabkan Auditor Menyatakan Pendapat Selain Wajar Tanpa Pengecualian Jenis Pendapat Auditor

Ketidakpastian karena pembatasan terhadap lingkup audit maka diberikan Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Kurang Material) Tidak Memberikan Pendapat (sangat Material
Ketidakpastian karena penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Kurang Material) Pendapat Tidak Wajar (Sangat Material)
Ketidakpastian karena adanya hal-hal bersyarat(contingencies) Pendapat Wajar tanpa pengecualian tanpa bahasa penjelas (Kurang Material) Pendapat Wajar tanpa pengecualian dengan bahasa pejelas (sangat material) (Mulyadi, Kanaka Puradiredja)
Hal-hal Yang mempengaruhi opini secara rinci:
1. Pengaruh materialitas terdiri dari informasi yang kurang material dan sangat material sebagai contoh adalah
a Pristiwa kemudian (subsequent event) yang sangat material, contoh audittee bangkrut (BUMD pailit dan terkena hutang besar), perkara hukum yang menyebabkan entitas tidak dapat menjalankan operasi/pemerintahaan (pailit, suatu pemda dihapus/digabung kembali ke daerah induk) kejadian tersebut mengakibatkan tidak dimungkinkannya pemberian pendapat (disclaimer)
b. Pristiwa kemudian (subsequent event) yang tidak berdampak langsung, misalnya bank tempat menyimpan kas daerah bangkrut, perampokan atas uang kas, keputusan pengadilan atas suatu asset, bencana alam, penyertaan yang berakibat kerugian, penurunan nilai asset karena revaluasi appraisal dan lain-lain akibat dari informasi ini adalah bila berdampak material menjadi pengecualian tetapi bila kurang material menjadi penambahan bahasa penjelas dalam opini wajar dengan pengecualian

2. Pengaruh Penyimpangan dari Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum.
a. Penyimpangan atas sebagian atau beberapa pos laporan keuangan misalnya perlakuan UUDP sebagai Piutang, penyusutan aktiva tetap yang tidak konsisten sebagian dengan straight line yang lain pakai double decline, metode persedian bahan rumah sakit bukan dengan FIFO (First In First Out) dan lain-lain
b. Penyimpangan atas seluruh penyajian laporan akuntansi contohnya Tidak diterapkannya PP No 24 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

3. Pengaruh Kepatuhan terhadap Perundang-Undangan
Sesuai PSA no 62 Standar Akuntansi Keuangan tentang entitas Pemerintah dan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) menyatakan bahwa kepatuhan merupakan bagian yang material yang mempengaruhi pemberian Opini atas Laporan Keuangan, sehingga ketidakpatuhan yang sangat material menyebabkan opini yang diberikan menjadi tidak wajar (adverse), sedangkan ketidakpatuhan secara parsial dan kurang material akan memberikan opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion)

4. Pengaruh Pembatasan Audit
Pemberian Opini Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion) akan diberikan apabila Auditor tidak memungkinkan memperoleh bukti cukup karena pembatasan informasi tetapi kurang material namun apabila pembatasan tersebut berdampak secara material atas semua asersi laporan keuangan sehingga tidak diperoleh data yang cukup dan handal tidak memungkinkan diberi pernyataan pendapat (disclaimer)

Secara lengkap untuk mengetahui secara rinci atas pemberian pendapat tersebut, masyarakat dapat membaca melalui catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Hasil Pemeriksaan, dengan demikian diharapkan masyarakat akan mampu menilai kinerja pemimpinnya….

22 Juli 2008

MEMAHAMI KEBIJAKAN MONETER BANK INDONESIA DALAM MENANGGULANGI INFLASI

Pada Bulan Juni 2008 angka inflasi Indonesia mencapai 2,46% hal tersebut dipicu dengan kenaikan Minyak dunia yang akhirnya berimbas pada kebijakan fiskal Pemerintah untuk menaikkan BBM bersubsidi sebesar 28,7% yang tak pelak menimbulkan kenaikan harga bahan pokok maupun barang kebutuhan lain dikarenakan biaya distribusi ataupun transportasi yang meningkat tajam apalagi ditambah dengan krisis di sektor kelistrikan yang membuat produksi terhambat.
Bank Indonesia sebagai regulator moneter di Indonesia segera melakukan penyesuaian BI Rate hingga terakhir mencapai 8,75% dengan harapan mampu membuat nilai tukar Rupiah stabil dan tetap menarik, nilai tukar merupakan salah satu instrument fundamental dalam kebijakan moneter sehingga apabila nilai tukar telah stabil maka diharapkan suku bunga kembali dapat turun ke tingkat moderat yang ujung-ujungnya adalah dunia usaha dapat terus bergulir.
Langkah Bank Indonesia dengan menaikkan BI Rate sampai saat ini masih dalam tahap yang tolerable bahkan nilai Rupiah cenderung menguat walaupun langkah ini tetap harus dikontrol agar BI Rate tetap pada posisi aman. Arah kebijakan moneter Bank Indonesia yang difokuskan untuk terus memperkuat stabilitas moneter melalui stabilitas harga dan nilai tukar memang sangat diperlukan untuk mengerem laju Inflasi, Namun tak kalah pentingnya adalah kebijakan Bank Indonesia sebagai Otoritas Perbankan dalam membentuk Arsitektur Perbankan yang sehat melalui revisi Paket Kebijakan BI yang ditunggu masyarakat yakni Permodalan minimum, Kinerja Perbankan dan Pembentukan Bank Jangkar yang diharapkan menciptakan struktur perbankan yang sehat, seistem pengaturan yang efektif, sistem pengawasan yang independent, industri perbankan yang kuat, infrastuktur yang memadai dan tentu saja perlindungan masyarakat, sehingga peran perbankan selaku media dalam masyarakat dan dunia usaha dapat lebih efektif dan efisien sehingga akhirnya, biaya dapat ditekan dan suku bunga berjalan normal.
Kebijakan perbankan lain yang seharusnya menjadi perhatian BI adalah pengendapan dana Pemerintah Daerah pada Sertifikat Bank Indonesia oleh Bank Pembangunan Daerah, dimana pada Tahun lalu saja sudah mencapai Rp 98 Trilyun Rupiah sehingga dana tersebut bukan saja tidak mampu dimanfaatkan Pemerintah Daerah untuk membangun perekonomian daerah dan juga peran Bank Pembangunan daerah sebagai instrument perbankan di daerah tidak mampu menyalurkan kreditnya ke masyarakat yang akibatnya pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat, efek lainnya adalah Bank Indonesia harus terbebani pembayaran bunga lebih besar, perlu diketahui beban Pemerintah dalam pembayaran bunga dari surat berharga pada semester I tahun 2008 sudah mencapai Rp 31 Trilyun.
Selain itu tak kalah pentingnya reformasi di Bank Indonesia sendiri, berbagai kasus yang menimpa Bank Indonesia di masa lalu seperti Bantuan Likuiditas Bank Indonesia maupun kasus Penggunaan dana Bank Indonesia ke berbagai mantan pejabat yang telah sampai pada kasus hukum telah mencoreng institusi ini, dengan Gubernur yang baru diharapkan BI mampu mengembalikan funsinya sebagai Bank Sentral yang membentuk kebijakan moneter yang sehat dalam membangun stabilitas ekonomi yang kuat.
Walaupun demikian menjaga stabilitas keuangan untuk menekan inflasi tidak hanya tergantung kebijakan moneter saja melainkan diperlukan dukungan kebijakan fiskal yang populis terutama masalah kemudahan berinvestasi, penyederhanaan pajak dan aspek lain seperti keamanan, sosial politik dan faktor yang kondusif artinya kebijakan moneter Bank Indonesia memang tidak bisa dipisahkan dari kebijakan fiskal dan sektor riil.
Dengan banyaknya faktor-faktor bukan moneter yang berpengaruh terhadap inflasi, maka langkah koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah untuk mengatasi sumber inflasi yang berasal dari dampak kebijakan fiskal, faktor produksi dan distribusi barang dan jasa perlu ditingkatkan melalui langkah-langkah yang ditempuh dengan cara pandang yang sama dan tanpa ditunggangi faktor politis maupun non politis.. Semoga.